AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH

1. Pengertian Akreditasi Sekolah
Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian (asesmen) sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentuksn kelayakan dan kinerja sekolah.
2. Dasar Hukum Akreditasi Sekolah
Dasar hukum akreditasi sekolah utama adalah : Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 60, Peraturana Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Pasal 86 & 87 dan Surat Keputusan Mendiknas No. 87/U/2002.
3. Tujuan Akreditasi Sekolah
Akreditasi sekolah bertujuan untuk : (a) menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam menyelenggarakan layanan pendidikan dan (b) memperoleh gambaran tentang kinerja sekolah
4. Fungsi Akreditasi Sekolah
Fungsi akreditasi sekolah adalah : (a) untuk pengetahuan, yakni dalam rangka mengetahui bagaimana kelayakan & kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu kepada baku kualitas yang dikembangkan berdasarkan indikator-indikator amalan baik sekolah, (b) untuk akuntabilitas, yakni agar sekolah dapat mempertanggungjawabkan apakah layanan yang diberikan memenuhi harapan atau keinginan masyarakat, dan (c) untuk kepentingan pengembangan, yakni agar sekolah dapat melakukan peningkatan kualitas atau pengembangan berdasarkan masukan dari hasil akreditasi
5. Prinsip-Prinsip Akreditasi Sekolah
Prinsip – prinsip akreditasi yaitu : (a) objektif, informasi objektif tentangg kelayakan dan kinerja sekolah, (b) efektif, hasil akreditasi memberikan informasi yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan, (c) komprehensif, meliputi berbagai aspek dan menyeluruh, (d) memandirikan, sekolah dapat berupaya meningkatkan mutu dengan bercermin pada evaluasi diri, dan (d) keharusan (mandatori), akreditasi dilakukan untuk setiap sekolah sesuai dengan kesiapan sekolah.


6. Karakteristik Sistem Akreditasi Sekolah
Sistem akreditasi memiliki karakteristik : (a) keseimbangan fokus antara kelayakan dan kinerja sekolah, (b) keseimbangan antara penilaian internal dan eksternal, dan (d) keseimbangan antara penetapan formal peringkat sekolah dan umpan balik perbaikan
7. Cakupam Akreditasi Sekolah
Akreditasi sekolah dilaksanakan mencakup : (a) Lembaga satuan pendidikan (TK, SD, SMP, SMA) dan (b) Program Kejuruan/kekhususan (SDLB, SMPLB, SMALB, SMK)
8. Komponen Penilaian Akreditasi Sekolah
Akreditasi sekolah mencakup penilaian terhadap sembilan komponen sekolah, yaitui (a) kurikulum dan proses belajar mengajar; (b) administrasi dan manajemen sekolah; (c) organisasi dan kelembagaan sekolah; (d) sarana prasarana (e) ketenagaan; (f) pembiayaan; (g) peserta didik; (h) peranserta masyarakat; dan (1) lingkungan dan kultur sekolah. Masing-masing kompoenen dijabarkan ke dalam beberapa aspek. Dari masing-aspek dijabarkan lagi kedalam indikator. Berdasarkan indikator dibuat item-item yang tersusun dalam Instrumen Evaluasi Diri dan Instrumen Visitasi.
9. Prosedur Akreditasi Sekolah
Akreditasi dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut : (a) pengajuan permohonan akreditasi dari sekolah; (b) evaluasi diri oleh sekolah; (c) pengolahan hasil evaluasi diri ; (d) visitasi oleh asesor; (e) penetapan hasil akreditasi; (f) penerbitan sertifikat dan laporan akreditasi
10. Cara Sekolah Mempersiapkan Akreditasi Sekolah
Dalam mempersiapkan akreditasi, sekolah melakukan langkah-langkah sebagai berikut : (a) Sekolah mengajukan permohonan akreditasi kepada Badan Akreditasi Propinsi (BAP)-S/M untuk SLB, SMA, SMK dan SMP atau kepada Unit Pelaksana Akreditasi (UPA) Kabupaten/Kota untuk TK dan SD Pengajuan akreditasi yang dilakukan oleh sekolah harus mendapat persetujuan atau rekomendasi dari Dinas Pendidikan; (b) Setelah menerima instrumen evaluasi diri, sekolah perlu memahami bagaimana menggunakan instrumen dan melaksanakan evaluasi diri. Apabila belum memahami, sekolah dapat melakukan konsultasi kepada BAN-SM mengenai pelaksanaan dan penggunaan instrumen tersebut; (c) Mengingat jumlah data dan insformasi yang diperlukan dalam proses evaluasi diri cukup banyak, maka sebelum pengisian instrumen evaluasi diri, perlu dilakukan pengumpulan berbagai dokumen yang diperlukan sebagai sumber data dan informasi
11. Persyaratan Sekolah agar Dapat Mengikuti Akreditasi
Sekolah dapat diikutsertakan aktrditasi apabila : (a) memiliki surat keputusan kelembagaan (UPT); (b) memiliki siswa pada semua tingkatan; (c) memiliki sarana dan prasarana pendidikan; (d) memiliki tenaga kependidikan; (e) melaksanakan kurikulum nasional; dan (f) telah menamatkan siswa.
12. Pelaksana Akreditasi Sekolah
Pelaksana akreditasi sekolah terdiri dari : (a) Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M), (b) Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M), dan (c) Unit Pelaksana Akreditasi (UPA) Kabupaten/Kota . Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) merupakan: badan non struktural yang secara teknis bersifat independen dan profesional yang terdiri atas unsur-unsur masyarakat, organisasi penyelenggara pendidikan, perguruan tinggi, dan organisasi yang relevan..yang memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan, standar, sistem,dan perangkat akreditasi secara nasional. Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) berkewenangan untuk melaksanakan kegiatan akreditasi SMP, SMA, SMK dan SLB. Sedangkan, Unit Pelaksana Akreditasi (UPA) Kabupaten/Kota berkewenangan melaksanakan akreditasi untuk TK dan SD.
13. Hasil dari Akreditasi
Hasil akreditasi berupa : (a) Sertifikat Akreditasi Sekolah, dan (b) Profil Sekolah, kekuatan dan kelemahan, dan rekomendasi.Sertifikat Akreditasi Sekolah adalah surat yang menyatakan pengakuan dan penghargaan terhadap sekolah atas status dan kelayakan sekolah melalui proses pengukuran dan penilaian kinerja sekolah terhadap komponen-komponen sekolah berdasarkan standar yang ditetapkan BAN-SM untuk jenjang pendidikan tertentu.
14. Menetapkan Hasil Akreditasi
Laporan tim asesor yang memuat hasil visitasi, catatan verifikasi, dan rumusan saran bersama dengan hasil evaluasi diri akan diolah oleh BAN-S/M untuk menetapkan nilai akhir dan peringkat akreditasi sekolah sesuai dengan kondisi nyata di sekolah. Penetapan nilai akhir dan peringkat akreditasi dilakukan melalui rapat pleno BAN-SM sesuai dengan kewenangannya. Rapat pleno penetapan hasil akhir akreditasi harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu (50 % + 1) anggota BAN-SM Nilai akhir dan peringkat akreditasi juga dilengkapi dengan penjelasan tentang kekuatan dan kelemahan masing-masing komponen dan aspek akreditasi, termasuk saran-saran tindak lanjut bagi sekolah, Dinas Pendidikan, maupun Departemen Pendidikan Nasional dalam rangka peningkatan kelayakan dan kinerja sekolah di masa mendatang. Penjelasan kualitatif dan saran-saran harus merujuk pada hasil temuan dan bersifat spesifik agar mempermudah pihak sekolah untuk melakukan pengembangan dan perbaikan internal dan pihak terkait (pemerintah daerah dan dinas pendidikan) melakukan pemberdayaan dan pembinaan lebih lanjut terhadap sekolah.
15. Lama Masa Berlaku Akreditasi
Masa berlaku akreditasi selama 4 tahun. Permohonan Akreditasi Ulang 6 bulan sebelum masa berlaku habis. Akreditasi Ulang untuk perbaikan diajukan sekurang-kurangnya 2 tahun sejak ditetapkan.
16. Pengaduan atas Hasil Akreditasi
Ketidakpuasan terhadap hasil akreditasi dapat disampaikan kepada BAN-S/M dengan tembusan BAP-S/M /UPA Kabupaten/Kota setempat dan BAN-S/M melakukan verifikasi dan evaluasi, menyampaikan hasilnya kepada BAP-S/M/UPA Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti
17. Tindak Lanjut Hasil Akreditasi
Hasil akreditasi ditindaklanjuti oleh Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Penyelenggara sekolah guna kepentingan peningkatan mutu sekolah
*)) Tulisan di atas merujuk pada kumpulan Materi Pelatihan Asesor SMA. BASPROP Jawa Barat Tahun 2004, dan disesuaikan dengan materi pelatihan terbaru
Sumber :
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/03/akreditasi-sekolah/

Komentar :

Permasalahan :
Banyak masyarakat yang meremehkan dan menganggap tidak baik terhadap sekolah – sekolah yang belum memiliki Akreditasi tinggi memiliki daya tampung anak didiknya melampaui batas dari standar di setiap kelasnya.

Faktor Masalah :
1. Banyaknya minat peserta didik dan orang tua peserta didik terhadap sekolah yang memiliki Akreditasi tinggi.
2. Anggapan masyarakat yang negatif terhadap sekolah yang belum terakreditasi.

Solusi Masalah :
Sekolah – sekolah yang belum terakreditasi segera mengajukan permohonan akreditasi kepada badan akreditasi propinsi (BAP), lalu sekolah harus memahami bagaimana menggunakan instrumen pendidikan di dalam melaksanakan evaluasi diri. Apabila belum memahami sekolah – sekolah dapat melakukan konsultasi kepada badan akreditasi nasional (BAP) tentang pelaksanaan dan penggunaan instrumen tersebut lalu mengingat jumlah data dan informasi yang diperlukan dalam proses evaluasi diri cukup banyak, maka sebelum pengisian instrumen evaluasi diri perlu dilakukan pengumpulan berbagai dokumen yang diperlukan sebagai sumber dan informasi.

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN

Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
2. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
3. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas:
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan
2. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud di atas diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berikut ini, salinan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Penilaian Pendidikan.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
NOMOR 20 TAHUN 2007 TANGGAL 11 JUNI 2007
STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN
A. Pengertian
1. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
2. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.
3. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan, melakukan perbaikan pembelajaran, dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik.
4. Ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau lebih.
5. Ulangan tengah semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8 – 9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut.
6. Ulangan akhir semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester tersebut.
7. Ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester genap pada satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan KD pada semester tersebut.
8. Ujian sekolah/madrasah adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan. Mata pelajaran yang diujikan adalah mata pelajaran kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan dalam ujian nasional dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian yang akan diatur dalam POS Ujian Sekolah/Madrasah.
9. Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan.
10. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi.

B. Prinsip Penilaian
Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
2. objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
3. adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4. terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5. terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6. menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7. sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
8. beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
9. akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.




C. Teknik dan Instrumen Penilaian
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik.
2. Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja.
3. Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran.
4. Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan/atau proyek.
5. Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik memenuhi persyaratan (a) substansi, adalah merepresentasikan kompetensi yang dinilai, (b) konstruksi, adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan, dan (c) bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.
6. Instrumen penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dalam bentuk ujian sekolah/madrasah memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, dan bahasa, serta memiliki bukti validitas empirik.
7. Instrumen penilaian yang digunakan oleh pemerintah dalam bentuk UN memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, bahasa, dan memiliki bukti validitas empirik serta menghasilkan skor yang dapat diperbandingkan antarsekolah, antardaerah, dan antartahun.

D. Mekanisme dan Prosedur Penilaian
1. Penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah.
2. Perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan silabus yang penjabarannya merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
3. Ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas dilakukan oleh pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan.
4. Penilaian hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan pada UN dan aspek kognitif dan/atau aspek psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan oleh satuan pendidikan melalui ujian sekolah/madrasah untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan.
5. Penilaian akhir hasil belajar oleh satuan pendidikan untuk mata pelajaran kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan ditentukan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik.
6. Penilaian akhir hasil belajar peserta didik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan oleh satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik dengan mempertimbangkan hasil ujian sekolah/madrasah.
7. Kegiatan ujian sekolah/madrasah dilakukan dengan langkah-langkah:
(a)menyusun kisi-kisi ujian,
(b) mengembangkan instrumen,
(c)melaksanakan ujian,
(d) mengolah dan menentukan kelulusan peserta didik dari ujian sekolah/madrasah, (e) melaporkan dan memanfaatkan hasil penilaian.
8. Penilaian akhlak mulia yang merupakan aspek afektif dari kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, sebagai perwujudan sikap dan perilaku beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, dilakukan oleh guru agama dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan.
9. Penilaian kepribadian, yang merupakan perwujudan kesadaran dan tanggung jawab sebagai warga masyarakat dan warganegara yang baik sesuai dengan norma dan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, adalah bagian dari penilaian kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian oleh guru pendidikan kewarganegaraan dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan.
10. Penilaian mata pelajaran muatan lokal mengikuti penilaian kelompok mata pelajaran yang relevan.
11. Keikutsertaan dalam kegiatan pengembangan diri dibuktikan dengan surat keterangan yang ditandatangani oleh pembina kegiatan dan kepala sekolah/madrasah.
12. Hasil ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum diadakan ulangan harian berikutnya. Peserta didik yang belum mencapai KKM harus mengikuti pembelajaran remedi.
13. Hasil penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan disampaikan dalam bentuk satu nilai pencapaian kompetensi mata pelajaran, disertai dengan deskripsi kemajuan belajar.
14. Kegiatan penilaian oleh pemerintah dilakukan melalui UN dengan langkah-langkah yang diatur dalam Prosedur Operasi Standar (POS) UN.
15. UN diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) bekerjasama dengan instansi terkait.
16. Hasil UN disampaikan kepada satuan pendidikan untuk dijadikan salah satu syarat kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan salah satu pertimbangan dalam seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya.
17. Hasil analisis data UN disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

E. Penilaian oleh Pendidik
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Penilaian tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. menginformasikan silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester.
2. mengembangkan indikator pencapaian KD dan memilih teknik penilaian yang sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran.
3. mengembangkan instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk dan teknik penilaian yang dipilih.
4. melaksanakan tes, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan.
5. mengolah hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik.
6. mengembalikan hasil pemeriksaan pekerjaan peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik.
7. memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran.
8. melaporkan hasil penilaian mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan dalam bentuk satu nilai prestasi belajar peserta didik disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi utuh.
9. melaporkan hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama dan hasil penilaian kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak dan kepribadian peserta didik dengan kategori sangat baik, baik, atau kurang baik.

F. Penilaian oleh Satuan Pendidikan
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran. Penilaian tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. menentukan KKM setiap mata pelajaran dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik.
2. mengkoordinasikan ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
3. menentukan kriteria kenaikan kelas bagi satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket melalui rapat dewan pendidik.
4. menentukan kriteria program pembelajaran bagi satuan pendidikan yang menggunakan sistem kredit semester melalui rapat dewan pendidik.
5. menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik.
6. menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik dan nilai hasil ujian sekolah/madrasah.
7. menyelenggarakan ujian sekolah/madrasah dan menentukan kelulusan peserta didik dari ujian sekolah/madrasah sesuai dengan POS Ujian Sekolah/Madrasah bagi satuan pendidikan penyelenggara UN.
8. melaporkan hasil penilaian mata pelajaran untuk semua kelompok mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada orang tua/wali peserta didik dalam bentuk buku laporan pendidikan.
9. melaporkan pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota.
10. menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik sesuai dengan kriteria:
a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran.
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok mata pelajaran estetika; dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
c. lulus ujian sekolah/madrasah.
d. lulus UN.
11. menerbitkan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) setiap peserta didik yang mengikuti Ujian Nasional bagi satuan pendidikan penyelenggara UN.
12. menerbitkan ijazah setiap peserta didik yang lulus dari satuan pendidikan bagi satuan pendidikan penyelenggara UN.

G. Penilaian oleh Pemerintah
1. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah dilakukan dalam bentuk UN yang bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. UN didukung oleh suatu sistem yang menjamin mutu dan kerahasiaan soal serta pelaksanaan yang aman, jujur, dan adil.
3. Dalam rangka penggunaan hasil UN untuk pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan, Pemerintah menganalisis dan membuat peta daya serap berdasarkan hasil UN dan menyampaikan ke pihak yang berkepentingan.
4. Hasil UN menjadi salah satu pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
5. Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan kelulusan peserta didik pada seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya.
6. Hasil UN digunakan sebagai salah satu penentu kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan yang kriteria kelulusannya ditetapkan setiap tahun oleh Menteri berdasarkan rekomendasi BSNP.

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBYO
Salinan sesuai dengan aslinya.
Biro Hukum dan Organisasi
Departemen Pendidikan Nasional,
Kepala Bagian Penyusunan Rancangan
Peraturan Perundang-undangan dan
Bantuan Hukum I,

Muslikh, S.H.
NIP 131479478

Komentar :

Permasalahan :
Banyak sekali pendidik di daerah pedalaman yang melakukan penilaian terhadap berbagai hal tanpa merujuk pada standar penilaian pendidikan.

Faktor Masalah :
1. Kurangnya wawasan / pemahaman tentang cara penilaian.
2. Adanya penyuapan yang terjadi oleh beberapa pihak yang terjadi pada masa ajaran baru sekolah.
3. Kebutuhan akan terciptanya kesan baik yang harus dimiliki sekolah – sekolah, contoh : sekolah yang memiliki Akreditasi tinggi tidak akan memberikan nilai – nilai rendah kepada peserta didik agar kesan yang tercipta dari sekolah tecipta menjadi lebih baik.

Solusi Masalah :
1. Diadakannya penataran / penyuluhan untuk guru – guru di setiap pergantian sistem kompetensi pendidikan.
2. Diperlukan kontrol yang rutin dari pihak sekolah kepada setiap guru yang mengajar dan sistem pendidikan yang telah di terapkan di setiap sekolah.
3. Diknas mengadakan pengarahan – pengarahan kepada setiap pelaku pendidikan seperti : para guru, kepala sekolah dan siswa untuk mengutamakan kejujuran di dalam setiap keputusan yang di ambil (contoh : kejujuran pada saat ujian).

STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN

Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni :
1. standar pengelolaan oleh satuan pendidikan.
2. standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah
3. standar pengelolaan oleh Pemerintah.
Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Pengelolaan.
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 19 TAHUN 2007

TENTANG

STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
4. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun 2005;





MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.

Pasal 1
(1)
Setiap satuan pendidikan wajib memenuhi standar pengelolaan pendidikan yang berlaku secara nasional
(2)
Standar pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal 2
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Mei 2007

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBYO

Salinan sesuai dengan aslinya.
Biro Hukum dan Organisasi
Departemen Pendidikan Nasional,
Kepala Bagian Penyusunan Rancangan
Peraturan Perundang-undangan dan
Bantuan Hukum I,


Muslikh, S.H.
NIP 131479478

Komentar :

Permasalahan :
Banyak sekolah – sekolah yang terkelola dengan baik dari Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja disuatu sekolah.

Faktor Masalah :
1. Pengetahuan yang miliki oleh pihak sekolah minim.
2. Anggaran dana yang todak memadai

Solusi Masalah :
1. Dengan dengan menyediakan anggaran dana yang sesuai dengan standar pengelolaan.
2. Setiap sekolah menggunakan standar pengelolaan yang di laksanakan secara baik.
3. Mengadakan penyuluhan – penyuluhan untuk pelaksana pendidikan yaitu terdiri dari ; kepala sekolah, tata usaha, guru – guru, karyawan/pegawai sekolah dan siswa.

STANDAR PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
1. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
2. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
3. Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya
Lampiran Artikel :
Tema : Diknas Benahi Sistem Pembiayaan Pendidikan
JAKARTA - Mendiknas Bambang Sudibyo mengemukakan, dalam jangka pendek pihaknya akan memprioritaskan pembenahan sistem pembiayaan dan peningkatan mutu pendidikan. ''Terkait dengan program 100 hari di bidang pendidikan, dalam jangka pendek kami akan memberikan prioritas pada pembenahan sistem pembiayaan pendidikan 20% dari anggaran belanja pusat dan daerah,'' ungkapnya kepada pers seusai halalbihalal di lingkungan Depdiknas, Selasa kemarin.
Dia mengatakan, pembiayaan pendidikan 20% memang seharusnya dipenuhi dari anggaran belanja dan bukan dari anggaran pendapatan. Selanjutnya, yang perlu dilakukan adalah menjabarkan anggaran pendidikan 20% tersebut sesuai dengan jalurnya.
Menurut pandangannya, sistem pembiayaan pendidikan harus ditata penggunaannya karena selain dana dari APBN/APBD, dana pendidikan bisa juga dipungut dari masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan. ''Dana yang bersumber dari APBN dan masyarakat, semua harus ada aturan bagaimana memungutnya, bagaimana menggunakan, kemudian bagaimana mempertangungjawabkannya.''
Dia menuturkan, pengaturan tentang pengelolaan pembiayaan pendidikan agar memiliki dasar hukum yang kuat perlu diatur setingkat peraturan pemerintah (PP) namun sebelum menjadi PP harus menjadi keputusan presiden dulu. ''Kalau ternyata bagus, stabil, dan bisa melayani masyarakat dengan baik, pengaturan sistem pembiayaan pendidikan bisa menjadi UU,'' ujarnya.
Mutu Pendidikan
Bambang mengungkapkan, mutu pendidikan bisa diukur dengan bermacam variabel, seperti kurikulum, silabus, metode pengajaran, dan standar kompetensi. ''Semua harus dikerjakan satu per satu dan tidak boleh tergesa-gesa. Kalau bisa kita temukan modelnya, bisa diperkuat status hukumnya dalam sebuah peraturan pemerintah,'' tuturnya.
Dia menyebutkan, antara pembiayaan dan mutu pendidikan saling terkait. ''Pembiayaan itu mesti didasarkan pada tingkat mutu tertentu, misalnya di Malaysia, biaya pokok untuk pendidikan tinggi Rp 18 juta per mahasiswa. Hal itu mengasumsikan tingkat mutu pendidikan di Malaysia seperti itu.''
Bila ingin kualitas pendidikan tinggi di Indonesia sama seperti di Malaysia, maka perlu dihitung berapa yang bersumber dari APBN, APBD, dan dana masyarakat serta memasukkan metode subsidi silang.
Mengenai akses pendidikan bagi masyarakat tidak mampu, Bambang menekankan, pembiayaan pendidikan oleh masyarakat bersifat sosial. ''Jangan sampai yang miskin dan pintar itu tidak bisa menikmati pendidikan terutama untuk program wajib belajar (wajar) karena mereka banyak yang tidak mampu,'' harapnya.
Pemerintah akan berupaya supaya daerah terbelakang mempunyai akses yang sama baik dengan daerah maju. ''Pemerintah akan mencari cara bagi peserta didik yang berasal dari Papua, punya akses ke sekolah yang baik di Pulau Jawa misalnya,'' katanya.
Pemerintah, sambungnya, berupaya agar sekolah favorit tidak hanya diisi oleh orang mampu di kota-kota saja. ''Kami cari sistemnya. Kami akan dorong setiap kabupaten mempunyai sekolah unggulan yang memang menjadi jagoannya.''
Dia mengakui, memang sulit membuat standar yang sama antara satu daerah dan daerah lain di Indonesia. ''Tidak mungkin semua bisa disamakan. Akan tetapi yang penting, bagaimana kita mengangkat standar mutu pendidikan dengan konsentrasi utama pada APBN/APBD,'' tandasnya.
Sumber :
http://dian-manajemenpendidikan.blogspot.com
http://bsnp-indonesia.org

Komentar :

Permasalahan :
Anggaran biaya pendidikan 20 % dari APBN ternyata kurang mencukupi dalam biaya pelaksanaan pendidikan di indonesia.

Faktor Masalah :
1. Banyak dana yang terpakai sia – sia.
2. Adanya pihak – pihak yang melakukan tindakan korupsi di bidang pendidikan.
3. Masih banyak perbaikan – perbaikan yang harus di lakukan di sekolah – sekolah pedalaman di bidang infrastruktur dan fasilitas – fasilitas lainnya yang mendukung pendidikan.

Solusi Masalah :
1. Pemerintah meningkatkan anggaran biaya pendidikan (APBN), karena pendidikan merupakan faktor terpenting dalam kemajuan suatu bangsa.
2. Pemerintah melakukan program sekolah gratis secara lebih baik lagi dari program sebelumnya.
3. Pemerintah mengadakan beasiswa untuk siswa yang berprestasi, sehingga tidak ada lagi rakyat indonesia yang putus sekolah sehingga bangsa kita tidak tertinggal dalam bidang pendidikannya bahkan bisa lebih baik.

STANDAR SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN

LATAR BELAKANG

Pelaksanaan pendidikan nasional harus menjamin pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cerdas, produktif, dan berdaya saing tinggi dalam pergaulan nasional maupun internasional. Untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan tersebut, Pemerintah telah mengamanatkan penyusunan delapan standar nasional pendidikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimum tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pelaksanaan pembelajaran dalam pendidikan nasional berpusat pada peserta didik agar dapat:
(a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
(b) belajar untuk memahami dan menghayati,
(c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
(d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan
(e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Untuk menjamin terwujudnya hal tersebut diperlukan adanya sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana yang memadai tersebut harus memenuhi ketentuan minimum yang ditetapkan dalam standar sarana dan prasarana.Standar sarana dan prasarana ini untuk lingkup pendidikan formal, jenis pendidikan umum, jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu: Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Standar sarana dan prasarana ini mencakup:
1. kriteria minimum sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah,
2. kriteria minimum prasarana yang terdiri dari lahan, bangunan, ruang-ruang, dan instalasi daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah.

PENGERTIAN
1. Sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah.
2. Prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah.
3. Perabot adalah sarana pengisi ruang.
4. Peralatan pendidikan adalah sarana yang secara langsung digunakan untuk pembelajaran.
5. Media pendidikan adalah peralatan pendidikan yang digunakan untuk membantu komunikasi dalam pembelajaran.
6. Buku adalah karya tulis yang diterbitkan sebagai sumber belajar.
7. Buku teks pelajaran adalah buku pelajaran yang menjadi pegangan peserta didik dan guru untuk setiap mata pelajaran.
8. Buku pengayaan adalah buku untuk memperkaya pengetahuan peserta didik dan guru.
9. Buku referensi adalah buku rujukan untuk mencari informasi atau data tertentu.
10.Sumber belajar lainnya adalah sumber informasi dalam bentuk selain buku meliputi jurnal, majalah, surat kabar, poster, situs (website), dan compact disk.
11.Bahan habis pakai adalah barang yang digunakan dan habis dalam waktu relatif singkat.
12.Perlengkapan lain adalah alat mesin kantor dan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendukung fungsi sekolah/madrasah.
13.Teknologi informasi dan komunikasi adalah satuan perangkat keras dan lunak yang berkaitan dengan akses dan pengelolaan informasi dan komunikasi.
14.Lahan adalah bidang permukaan tanah yang di atasnya terdapat prasarana sekolah/madrasah meliputi bangunan, lahan praktik, lahan untuk prasarana penunjang, dan lahan pertamanan.
15.Bangunan adalah gedung yang digunakan untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah.
16.Ruang kelas adalah ruang untuk pembelajaran teori dan praktik yang tidak memerlukan peralatan khusus.
17.Ruang perpustakaan adalah ruang untuk menyimpan dan memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka.
18.Ruang laboratorium adalah ruang untuk pembelajaran secara praktik yang memerlukan peralatan khusus.
19.Ruang pimpinan adalah ruang untuk pimpinan melakukan kegiatan pengelolaan sekolah/madrasah.
20.Ruang guru adalah ruang untuk guru bekerja di luar kelas, beristirahat, dan menerima tamu. 21. Ruang tata usaha adalah ruang untuk pengelolaan administrasi sekolah/madrasah.
22.Ruang konseling adalah ruang untuk peserta didik mendapatkan layanan konseling dari konselor berkaitan dengan pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir.
23.Ruang UKS adalah ruang untuk menangani peserta didik yang mengalami gangguan kesehatan dini dan ringan di sekolah/madrasah.
24.Tempat beribadah adalah tempat warga sekolah/madrasah melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama masing-masing pada waktu sekolah.
25.Ruang organisasi kesiswaan adalah ruang untuk melakukan kegiatan kesekretariatan pengelolaan organisasi peserta didik.
26.Jamban adalah ruang untuk buang air besar dan/atau kecil.
27.Gudang adalah ruang untuk menyimpan peralatan pembelajaran di luar kelas, peralatan sekolah/madrasah yang tidak/belum berfungsi, dan arsip sekolah/madrasah.
28.Ruang sirkulasi adalah ruang penghubung antar bagian bangunan sekolah/madrasah.
29.Tempat berolahraga adalah ruang terbuka atau tertutup yang dilengkapi dengan sarana untuk melakukan pendidikan jasmani dan olah raga.
30.Tempat bermain adalah ruang terbuka atau tertutup untuk peserta didik dapat melakukan kegiatan bebas.
31.Rombongan belajar adalah kelompok peserta didik yang terdaftar pada satu satuan kelas.

PRASANA SEKOLAH
Sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. laboratorium IPA,
4. ruang pimpinan,
5. ruang guru,
6. tempat beribadah,
7. ruang UKS,8. jamban,
9. gudang,
10. ruang sirkulasi,
11. tempat bermain/berolahraga.

Sebuah SMP/MTs sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. ruang laboratorium IPA,
4. ruang pimpinan,
5. ruang guru,
6. ruang tata usaha,
7. tempat beribadah,
8. ruang konseling,
9. ruang UKS,
10. ruang organisasi kesiswaan,
11. jamban,
12. gudang,
13. ruang sirkulasi,
14. tempat bermain/berolahraga.

Sebuah SMA/MA sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. ruang laboratorium biologi,
4. ruang laboratorium fisika,
5. ruang laboratorium kimia,
6. ruang laboratorium komputer,
7. ruang laboratorium bahasa,
8. ruang pimpinan,
9. ruang guru,
10. ruang tata usaha,
11. tempat beribadah,
12. ruang konseling,
13. ruang UKS,
14. ruang organisasi kesiswaan,
15. jamban,
16. gudang,
17. ruang sirkulasi,
18. tempat bermain/berolahraga
Uji Publik Draf Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan Tinggi Program Sarjana
BSNP, sebuah lembaga independen yang dibentuk berdasar PP no 19/2005, mengemban amanah untuk menyusun beberapa standar nasional pendidikan. Salah satunya adalah standar sarana prasarana pendidikan tinggi. Kajian awal menunjukkan bahwa saat ini di Indonesia masih banyak kampus perguruan tinggi yang belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang proses pembelajaran yang bermutu. Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 angka 8 Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan tinggi sehingga lulusannya dapat bersaing di era global. Standar ini akan berfungsi sebagai acuan dasar yang bersifat nasional bagi semua pihak yang berkepentingan, dalam tiga hal, yaitu (1) perencanaan dan perancangan sarana dan prasarana; (2) pelaksanaan pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana; dan (3) pengawasan ketersediaan dan kondisi sarana dan prasarana.
Dalam penyusunan standar ini BSNP membentuk tim ahli yang dikoordinasi oleh Prof. Dr. Edy Tri Baskoro Sekretaris BSNP. Tim ahli berasal dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta. Penyusunan standar didasarkan atas kajian terhadap standar serupa di perguruan tinggi di luar negeri, kondisi sekarang di Indonesia, dengan mengikutsertakan wakil-wakil dari stakeholder pendidikan tinggi se Indonesia.
Standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi yang disusun meliputi standar Prasarana (lahan, bangunan, ruang-ruang) dan standard Sarana ( perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku & sumber belajar lain, bahan habis pakai, teknologi komunikasi dan informasi, dan perlengkapan lain) untuk program sarjana pada sekolah, tinggi, institute, dan universitas.
Standar nasional sarana prasarana ini terdiri atas standar sarana prasarana yang berlaku untuk semua program studi di semua sekolah tinggi, institut dan universitas, serta standar prasarana dan sarana yang khusus untuk bidang-bidang ilmu tertentu.
Lahan. Luas lahan minimum adalah 4.900 m2 untuk sekolah tinggi dengan populasi mahasiswa ? 480 orang, 9.600m2 untuk institut dengan populasi mahasiswa ? 960 orang, dan 14.800m2 untuk universitas dengan populasi mahasiswa ? 1.600 orang. Selain itu lahan mesti terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat.
Bangunan. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah 60% dengan mutu kelas A dengan memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, dan kenyamanan serta aksesibilitas. Bangunan terdiri dari ruang manajemen, ruang akademik umum, ruang akademik khusus, dan ruang penunjang.
Perpustakaan. Minimum terdapat satu ruang perpustakaan per perguruan tinggi. Luas minimum ruang perpustakaan adalah 200 m2. Ruang perpustakaan memiliki rasio 0.2 m2 per mahasiswa satuan pendidikan tersebut. Koleksi perpustakaan terdiri atas 2 judul per mata kuliah, 1000 judul buku pengayaan, 2 judul jurnal ilmiah per program studi, disertai dengan buku referensi dan sumber belajar lain.
Pada hari ini, Minggu, 25 Oktober 2009, bertempat di Jakarta, diadakan uji publik draf standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi program sarjana. Tujuan uji publik ini adalah untuk mendapatkan masukan dari publik, melakukan semi-sosialisasi draf standar yang sedang dikembangkan BSNP sehingga publik dapat mengetahui lebih dini atas standar yang akan diterbitkan. Di samping itu, uji publik dilakukan untuk menjaring komitmen dari berbagai pihak demi penyempurnaan draf sehingga dapat diimplementasikan dengan lancar .
Kegiatan uji publik ini melibatkan 55 peserta dari 25 provinsi di Indonesia yang mewakili
universitas, institut, sekolah tinggi, baik negeri maupun swasta; asosiasi perguruan tinggi, unsur media, birokrat, pustakawan, dan seroang wakil dari anggota DPR RI Komisi X.
Masukan dari peserta uji publik ini akan digunakan dalam finalisasi draf standar yang telah disusun selama delapan bulan ini. Draft final kemudian akan direkomendasikan oleh BSNP kepada Menteri Pendidikan Nasional RI yang akan menetapkan draf tersebut menjadi sebuah peraturan menteri tentang stadar sarana prasarana pendidikan tinggi.

Sumber :
http://inducation.blogspot.com
http://bsnp-indonesia.org

Komentar :

Permasalahan :
Banyak sekali terjadi pada sekolah yang terdapat di pedesaan / pedalaman tidak memiliki sarana & prasarana yang layak, contohnya : masih terdapat di daerah pedesaan sekolah dasar yang tidak memiliki laboratorium yang layak untuk di gunakan, sehingga wawasan dan ilmu yang di dapat siswa kurang maksimal.

Faktor Masalah :
1. Dana yang minim yang di berikan oleh pemerintah di dalam penyediaan sarana & prasarana di sekolah – sekolah pedesaan / pedalaman.
2. Kualitas guru yang minim
3. Jarak yang sulit di tempuh , contohnya : penggunaan internet di sekolah – sekolah daerah pedesaaan / pedalaman sangat sulit dan bahkan tidak ada.

Solusi Masalah :
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas guru /pendidik.
2. Menerapkan standar kualitas minimun guru.
3. Pemerintah harus adil di dalam memberikan anggaran pendidikan antara sekolah – sekolah di pedesaaan / pedalam dengan sekolah – sekolah di perkotaan.

STANDAR PROSES PENDIDIKAN

Proses pembelajaran pada satuan waktu pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.

Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.

Pengawasan proses pembelajaran meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.

PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN

A. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran

1. Rombongan belajar
Jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan be¬lajar adalah:
a. SD/MI : 28 peserta didik
b. SMP/MT : 32 peserta didik
c. SMA/MA : 32 peserta did 1k
d. SMK/MAK : 32 peserta didik
2. Beban kerja minimal guru
a. beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pem¬belajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksana¬kan tugas tambahan;
b. beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas adalah se kurang-kurang nya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
3. Buku teks pelajaran
a. buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh se¬kolah/madrasah dipilih melalui rapat guru dengan pertimbangan komite sekolah/madrasah dari buku¬buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Menteri;
b. rasio buku teks pelajaran untuk peserta didik adalah 1 : 1 per mata pelajaran;
c. selain buku teks pelajaran, guru menggunakan buku panduan guru, buku pengayaan, buku refe¬rensi dan sumber belajar lainnya;
d. guru membiasakan peserta didik menggunakan buku-buku dan sumber belajar lain yang ada di per¬pustakaan sekolah/madrasah.

4. Pengelolaan kelas
a. guru mengatur tempat duduk sesuai dengan ka¬rakteristik peserta didik dan mata pelajaran, sertaaktivitas pembelajaran yang akan dilakukan;
b. volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan baik oleh peserta didik;
c. tutur kata guru santun dan dapat dimengerti oleh peserta didik;
d. guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kece¬patan dan kemampuan belajar peserta didik;
e. guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan, dankeputusan pada peraturan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran;
f. guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung;
g. guru menghargai pendapat peserta didik;
h. guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi;
i. pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabus mata pelajaran
yang diampunya; dan
j. guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu
yang dijadwalkan.¬

B. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, ::ayiatan inti dan kegiatan penutup.

1. Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengait¬kan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
c. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;
d. menyampaikan cakupan materi dan penjelasanuraian kegiatan sesuai silabus.

2. Kegiatan Inti
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pem¬belajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, me¬motivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativi¬tas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuai¬kan dengan karakteristik peserta didik dan mata pela¬jaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
a. Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1) melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prin¬sip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;
2) menggunakan beragam pendekatan pembela¬jaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain;
3) memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam se¬tiap kegiatan pembelajaran; dan
5) memfasilitasi peserta didik melakukan per¬cobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.

b. Elaborasi
Dalarn kegiatan elaborasi, guru:
1) membiasakan peserta didik membaca dan me¬nulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;
2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memuncul¬kan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
3) memberi kesempatan untuk berpikir, menga¬nalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;
4) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif can kolaboratif;
5) memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;
6) rnenfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan balk lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
7) memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan r iasi; kerja individual maupun kelompok;
8) memfasilitasi peserta didik melakukan pamer¬an, turnamen, festival, serta produk yang diha¬silkan;
9) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa per¬caya diri peserta didik.

c. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupunhadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplo¬rasi dan elaborasi peserta didik melalui ber¬bagai sumber,
3) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,
4) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
a) berfungsi sebagai narasumber dan fasilita¬tor dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan be¬nar;
b) membantu menyelesaikan masalah;
c) memberi acuan agar peserta didik dapatmelakukan pengecekan hasil eksplorasi;
d) memberi informasi untuk bereksplorasi Iebih jauh;
e) memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a. bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;
b. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsis¬ten dan terprogram;
c. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
d. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layan¬an konseling dan/atau memberikan tugas balk tu¬gas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
e. menyampaikan iencana pembelajaran pada per¬temuan berikutnya.


Sumber :
http://asia.groups.yahoo.com/group/Pendidikan_Menengah/files/
http://nigurutam.blogspot.com

Komentar :

Permasalahan :
Yang kini terjadi di sekolah – sekolah negeri banyak terjadi jumlah siswa dalam satu kelas yang melampaui batas karena dalam fakta yang terjadi para pelajar SMA yang terdiri dari 40 orang dalam satu kelas seharusnya maksimal kelas yang ideal adalah 30 orang begitu pula terjadi di SMP, SD, MA, Aliyah, dll.

Faktor Masalah :
1. Banyaknya peminat untuk sekolah di sekolah negeri.
2. Kurangnya ruang kelas yang di sediakan sekolah tersebut.

Solusi Masalah :
1. Menyediakan ruang kelas sesuai dengan standar yang telah di tentukan.
2. Memiliki batas di dalam [enerimaan calon peserta didik baru di setiap pergantian ajaran baru.

STANDAR ISI DAN KOMPETENSI KELULUSAN

Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Standar kompetensi lulusan meliputi seluruh mata pelajaran yang mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan.

Untuk mencapai standar mutu pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan secara nasional, kegiatan pembelajaran di sekolah mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan yang telah ditetapkan oleh BSNP sebagai berikut ini :
1. Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja
2. Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya
3. Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya
4. Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial
5. Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global
6. Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif
7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan
8. Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri
9. Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik
10. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks
11. Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial
12. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab
13. Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
14. Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budayaM
15. engapresiasi karya seni dan budaya
16. Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok
17. Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan
18. Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun
19. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat
20. Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain
21. Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis
22. Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris
23. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi
Sumber :
http://sman1-tpi.sch.id/profil-sekolah/standard-kompetensi-kelulusan.html
Komentar :
Permasalahan :
Adanya pro dan kontra dalam pelaksanaan UN (Ujian nasional) yang di jadikan sebagai standar kompetensi kelulusan.
Faktor Masalah :
1. Banyaknya orang yang menganggap pengorbanan belajar selama 3 tahun hanya ditentukan dalam 3 hari dan hanya beberapa mata pelajaran saja padahal selama 3 tahun para siswa belajar banyak mata pelajaran tetapi hanya beberapa saja yang di anggap penting padahal semua mata pelajaran seharusnya penting, karena jika hanya beberapa saja bagaimana dengan bakat siswa yang sangat baik terhadap satu mata pelajaran tapi tidak termasuk mata pelajaran yang dianggap penting.
2. Dalam pelaksanaan UN banyak sekali mengeluarkan biaya negara / APBN yang merupakan uang rakyat dan uang tersebut banyak yang tidak terlalu penting untuk di gunakan malah di gunakan sehingga terjadi kesia – siaan di dalam penggunaan uang negara.

Solusi Masalah :
1. Pemerintah khususnya bidang pendidikan marus memikirkan masalah yang terjadi di masyarakat dan mencari jalan keluar dengan cara mengambil keputusan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang ada serta agar standar kompetensi kelulusan disesuaikan oleh sekolah – sekolah yang memiliki kemampuan yang berbeda.

SUPERVISI PENDIDIKAN

I. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan maupun program dalam jabatan. Tidak semua guru yang dididik di lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified. Potensi sumber daya guru itu perlu terus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara potensial. Selain itu pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat. Masyarakat mempercayai, mengakui dan menyerahkan kepada guru untuk mendidik tunas-tunas muda dan membantu mengembangkan potensinya secara professional. Kepercayaan, keyakinan, dan penerimaan ini merupakan substansi dari pengakuan masyarakat terhadap profesi guru. Implikasi dari pengakuan tersebut mensyaratkan guru harus memiliki kualitas yang memadai. Tidak hanya pada tataran normatif saja namun mampu mengembangkan kompetensi yang dimiliki, baik kompetensi personal, professional, maupun kemasyarakatan dalam selubung aktualisasi kebijakan pendidikan.Hal tersebut lantaran guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek "guru" dan tenaga kependidikan lainnya yang menyangkut kualitas keprofesionalannya maupun kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang professional.
II. PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang hendak dibahas dalam makalah ini adalah mengapa guru memerlukan layanan supervisi pendidikan dan bagaimana upaya yang dapat dilakukan dalam pembinaan profesional melalui supervisi pengajaran sebagai upaya peningkatan profesionalisme guru ?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Supervisi
Konsep supervisi modern dirumuskan oleh Kimball Wiles (1967) sebagai berikut : “Supervision is assistance in the devolepment of a better teaching learning situation”. Supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi pembelajaran yang lebih baik. Rumusan ini mengisyaratkan bahwa layanan supervisi meliputi keseluruhan situasi belajar mengajar (goal, material, technique, method, teacher, student, an envirovment). Situasi belajar inilah yang seharusnya diperbaiki dan ditingkatkan melalui layanan kegiatan supervisi. Dengan demikian layanan supervisi tersebut mencakup seluruh aspek dari penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran. Konsep supervisi tidak bisa disamakan dengan inspeksi, inspeksi lebih menekankan kepada kekuasaan dan bersifat otoriter, sedangkan supervisi lebih menekankan kepada persahabatan yang dilandasi oleh pemberian pelayanan dan kerjasama yang lebih baik diantara guru-guru, karena bersifat demokratis. Istilah supervisi pendidikan dapat dijelaskan baik menurut asal usul (etimologi), bentuk perkataannya (morfologi), maupun isi yang terkandung dalam perkataan itu ( semantik).
1) Etimologi
Istilah supervisi diambil dalam perkataan bahasa Inggris “ Supervision” artinya pengawasan di bidang pendidikan. Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor.
2) Morfologis
Supervisi dapat dijelaskan menurut bentuk perkataannya. Supervisi terdiri dari dua kata Super berarti atas, lebih. Visi berarti lihat, tilik, awasi. Seorang supervisor memang mempunyai posisi diatas atau mempunyai kedudukan yang lebih dari orang yang disupervisinya.
3) Semantik
Pada hakekatnya isi yang terandung dalam definisi yang rumusanya tentang sesuatu tergantung dari orang yang mendefinisikan. Wiles secara singkat telah merumuskan bahwa supervisi sebagai bantuan pengembangan situasi mengajar belajar agar lebih baik. Adam dan Dickey merumuskan supervisi sebagai pelayanan khususnya menyangkut perbaikan proses belajar mengajar. Sedangkan Depdiknas (1994) merumuskan supervisi sebagai berikut : “ Pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik “. Dengan demikian, supervisi ditujukan kepada penciptaan atau pengembangan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Untuk itu ada dua hal (aspek) yang perlu diperhatikan :
a. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
b. Hal-hal yang menunjang kegiatan belajar mengajarKarena aspek utama adalah guru, maka layanan dan aktivitas kesupervisian harus lebih diarahkan kepada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar. Untuk itu guru harus memiliki yakni : 1) kemampuan personal, 2) kemampuan profesional 3) kemampuan sosial (Depdiknas, 1982). Atas dasar uraian diatas, maka pengertian supervisi dapat dirumuskan sebagai berikut “ serangkaian usaha pemberian bantuan kepada guru dalam bentuk layanan profesional yang diberikan oleh supervisor ( Pengawas sekolah, kepala sekolah, dan pembina lainnya) guna meningkatkan mutu proses dan hasil belajar mengajar. Karena supervisi atau pembinaan guru tersebut lebih menekankan pada pembinaan guru tersebut pula “Pembinaan profesional guru“ yakni pembinaan yang lebih diarahkan pada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan profesional guru.Supervisi dapat kita artikan sebagai pembinaan. Sedangkan sasaran pembinaan tersebut bisa untuk kepala sekolah, guru, pegawai tata usaha. Namun yang menjadi sasaran supervisi diartikan pula pembinaan guru.[2]
B. Pentingnya Pengembangan Sumber Daya Guru dengan Supervisi
Di abad sekarang ini, yaitu era globalisasi dimana semuanya serba digital, akses informasi sangat cepat dan persaingan hidup semakin ketat, semua bangsa berusaha untuk meningkatkan sumber daya manusia. Hanya manusia yang mempunyai sumber daya unggul dapat bersaing dan mempertahankan diri dari dampak persaingan global yang ketat. Termasuk sumber daya pendidikan. Yang termasuk dalam sumber daya pendidikan yaitu ketenagaan, dana dan sarana dan prasarana. Guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek "guru" dan tenaga kependidikan lainnya yang menyangkut kualitas keprofesionalannya maupun kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang professional. Ada dua metafora untuk menggambarkan pentingnya pengembangan sumber daya guru. Pertama, jabatan guru diumpamakan dengan sumber air. Sumber air itu harus terus menerus bertambah, agar sungai itu dapat mengalirkan air terus-menerus. Bila tidak, maka sumber air itu akan kering. Demikianlah bila seorang guru tidak pernah membaca informasi yang baru, tidak menambah ilmu pengetahuan tentang apa yang diajarkan, maka ia tidak mungkin memberi ilmu dan pengetahuan dengan cara yang lebih menyegarkan kepada peserta didik.Kedua, jabatan guru diumpamakan dengan sebatang pohon buah-buahan. Pohon itu tidak akan berbuah lebat, bila akar induk pohon tidak menyerap zat-zat makanan yang berguna bagi pertumbuhan pohon itu. Begitu juga dengan jabatan guru yang perlu bertumbuh dan berkembang. Baik itu pertumbuhan pribadi guru maupun pertumbuhan profesi guru. Setiap guru perlu menyadari bahwa pertumbuhan dan pengembangan profesi merupakan suatu keharusan untuk menghasilkan output pendidikan berkualitas. Itulah sebabnya guru perlu belajar terus menerus, membaca informasi terbaru dan mengembangkan ide-ide kreatif dalam pembelajaran agar suasana belajar mengajar menggairahkan dan menyenangkan baik bagi guru apalagi bagi peserta didik.Peningkatan sumber daya guru bisa dilaksanakan dengan bantuan supervisor, yaitu orang ataupun instansi yang melaksanakan kegiatan supervisi terhadap guru. Perlunya bantuan supervisi terhadap guru berakar mendalam dalam kehidupan masyarakat. Swearingen mengungkapkan latar belakang perlunya supervisi berakar mendalam dalam kebutuhan masyarakat dengan latar belakang sebagai berikut :
1. Latar Belakang KulturalPendidikan berakar dari budaya arif lokal setempat. Sejak dini pengalaman belajar dan kegiatan belajar-mengajar harus daingkat dari isi kebudayaan yang hidup di masyarakat itu. Sekolah bertugas untuk mengkoordinasi semua usaha dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
2. Latar Belakang FilosofisSuatu system pendidikan yang berhasil guna dan berdaya guna bila ia berakar mendalam pada nilai-nilai filosofis pandangan hidup suatu bangsa. 3. Latar Belakang PsikologisSecara psikologis supervisi itu berakar mendalam pada pengalaman manusia. Tugas supervisi ialah menciptakan suasana sekolah yang penuh kehangatan sehingga setiap orang dapat menjadi dirinya sendiri.
4. Latar Belakang SosialSeorang supervisor dalam melakukan tanggung jawabnya harus mampu mengembangkan potensi kreativitas dari orang yang dibina melalui cara mengikutsertakan orang lain untuk berpartisipasi bersama. Supervisi harus bersumber pada kondisi masyarakat.
5. Latar Belakang SosiologisSecara sosiologis perubahan masyarakat punya dampak terhadap tata nilai. Supervisor bertugas menukar ide dan pengalaman tentang mensikapi perubahan tata nilai dalam masyarakat secara arif dan bijaksana.
6. Latar Belakang Pertumbuhan Jabatan Supervisi bertugas memelihara, merawat dan menstimulasi pertumbuhan jabatan guru. Diharapkan guru menjadi semakin professional dalam mengemban amanat jabatannya dan dapat meningkatkan posisi tawar guru di masyarakat dan pemerintah, bahwa guru punya peranan utama dalam pembentukan harkat dan martabat manusia. Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi di lingkungan pendidikan dasar adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yang bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif, yaitu sikap yang menciptakan situasi dan relasi di mana guru-guru merasa aman dan diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri.
Untuk itu, supervisi harus dilaksanakan berdasarkan data, fakta yang objektif (Sahertian, 2000:20).Supandi (1986:252), menyatakan bahwa ada dua hal yang mendasari pentingnya supervisi dalam proses pendidikan.
1. Perkembangan kurikulum merupakan gejala kemajuan pendidikan. Perkembangan tersebut sering menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum tersebut memerlukan penyesuaian yang terus-menerus dengan keadaan nyata di lapangan. Hal ini berarti bahwa guru-guru senantiasa harus berusaha mengembangkan kreativitasnya agar daya upaya pendidikan berdasarkan kurikulum dapat terlaksana secara baik. Namun demikian, upaya tersebut tidak selamanya berjalan mulus. Banyak hal sering menghambat, yaitu tidak lengkapnya informasi yang diterima, keadaan sekolah yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum, masyarakat yang tidak mau membantu, keterampilan menerapkan metode yang masih harus ditingkatkan dan bahkan proses memecahkan masalah belum terkuasai. Dengan demikian, guru dan Kepala Sekolah yang melaksanakan kebijakan pendidikan di tingkat paling mendasar memerlukan bantuan-bantuan khusus dalam memenuhi tuntutan pengembangan pendidikan, khususnya pengembangan kurikulum.
2. Pengembangan personel, pegawai atau karyawan senantiasa merupakan upaya yang terus-menerus dalam suatu organisasi. Pengembangan personal dapat dilaksanakan secara formal dan informal. Pengembangan formal menjadi tanggung jawab lembaga yang bersangkutan melalui penataran, tugas belajar, loka karya dan sejenisnya. Sedangkan pengembangan informal merupakan tanggung jawab pegawai sendiri dan dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan rekan kerjanya, melalui berbagai kegiatan seperti kegiatan ilmiah, percobaan suatu metode mengajar, dan lain sebagainya.Kegiatan supervisi pengajaran merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan kegiatan supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam memberikan pembinaan kepada guru. Hal tersebut karena proses belajar-mengajar yang dilaksakan guru merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena kegiatan supervisi dipandang perlu untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses pembelajaran.
Secara umum ada 2 (dua) kegiatan yang termasuk dalam kategori supevisi pengajaran, yakni:
1. Supervsi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada guru-guru. Secara rutin dan terjadwal Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan supervisi kepada guru-guru dengan harapan agar guru mampu memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala sekolah memantau secara langsung ketika guru sedang mengajar. Guru mendesain kegiatan pembelajaran dalam bentuk rencana pembelajaran kemudian kepala sekolah mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru. Saat kegiatan supervisi berlangsung, kepala sekolah menggunakan leembar observasi yang sudah dibakukan, yakni Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG terdiri atas APKG 1 (untuk menilai Rencana Pembelajaran yang dibuat guru) dan APKG 2 (untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran) yang dilakukan guru.
2. Supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah kepada Kepala Sekolah dan guru-guru untuk meningkatkan kinerja. Kegiatan supervisi ini dilakukan oleh Pengawas Sekolah yang bertugas di suatu Gugus Sekolah. Gugus Sekolah adalah gabungan dari beberapa sekolah terdekat, biasanya terdiri atas 5-8 Sekolah Dasar. Hal-hal yang diamati pengawas sekolah ketika melakukan kegiatan supervisi untuk memantau kinerja kepala sekolah, di antaranya administrasi sekolah, meliputi:
a. Bidang Akademik, mencakup kegiatan:1) menyusun program tahunan dan semester,2) mengatur jadwal pelajaran,3) mengatur pelaksanaan penyusunan model satuan pembelajaran,4) menentukan norma kenaikan kelas,5) menentukan norma penilaian,6) mengatur pelaksanaan evaluasi belajar,7) meningkatkan perbaikan mengajar, 8) mengatur kegiatan kelas apabila guru tidak hadir, dan9) mengatur disiplin dan tata tertib kelas.
b. Bidang Kesiswaan, mencakup kegiatan:1) mengatur pelaksanaan penerimaan siswa baru berdasarkan peraturan penerimaan siswa baru,2) mengelola layanan bimbingan dan konseling,3) mencatat kehadiran dan ketidakhadiran siswa, dan 4) mengatur dan mengelola kegiatan ekstrakurikuler.
c. Bidang Personalia, mencakup kegiatan:1) mengatur pembagian tugas guru,2) mengajukan kenaikan pangkat, gaji, dan mutasi guru,3) mengatur program kesejahteraan guru, 4) mencatat kehadiran dan ketidakhadiran guru, dan5) mencatat masalah atau keluhan-keluhan guru.
d. Bidang Keuangan, mencakup kegiatan: 1) menyiapkan rencana anggaran dan belanja sekolah,2) mencari sumber dana untuk kegiatan sekolah,3) mengalokasikan dana untuk kegiatan sekolah, dan 4) mempertanggungjawabkan keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e. Bidang Sarana dan Prasarana, mencakup kegiatan: 1) penyediaan dan seleksi buku pegangan guru, 2) layanan perpustakaan dan laboratorium, 3) penggunaan alat peraga, 4) kebersihan dan keindahan lingkungan sekolah, 5) keindahan dan kebersihan kelas, dan 6) perbaikan kelengkapan kelas.
f. Bidang Hubungan Masyarakat, mencakup kegiatan:1) kerjasama sekolah dengan orangtua siswa, 2) kerjasama sekolah dengan Komite Sekolah, 3) kerjasama sekolah dengan lembaga-lembaga terkait, dan 4) kerjasama sekolah dengan masyarakat sekitar (Depdiknas 1997).
Sedangkan ketika mensupervisi guru, hal-hal yang dipantau pengawas juga terkait dengan administrasi pembelajaran yang harus dikerjakan guru, diantaranya :
a. Penggunaan program semester
b. Penggunaan rencana pembelajaran
c. Penyusunan rencana harian
d. Program dan pelaksanaan evaluasi
e. Kumpulan soal
f. Buku pekerjaan siswa
g. Buku daftar nilai
h. Buku analisis hasil evaluasi
i. Buku program perbaikan dan pengayaan
j. Buku program Bimbingan dan Konselingk. Buku pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler
C. Profesionalisme Guru
Profesionalisme menjadi tuntutan dari setiap pekerjaan. Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani benda hidup yang berupa anak-anak atau siswa dengan berbagai karakteristik yang masing-masing tidak sama. Pekerjaaan sebagai guru menjadi lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan anak didiknya, sedangkan kemampuan dirinya mengalami stagnasi.
Guru yang profesional adalah mereka yang memiliki kemampuan profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai pendidik. Studi yang dilakukan oleh Ace Suryani menunjukkan bahwa Guru yang bermutu dapat diukur dengan lima indikator, yaitu:
Pertama, kemampuan profesional (professional capacity), sebagaimana terukur dari ijazah, jenjang pendidikan, jabatan dan golongan, serta pelatihan.
Kedua, upaya profesional (professional efforts), sebagaimana terukur dari kegiatan mengajar, pengabdian dan penelitian.
Ketiga, waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (teacher's time), sebagaimana terukur dari masa jabatan, pengalaman mengajar serta lainnya.
Keempat, kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya (link and match), sebagaimana terukur dari mata pelajaran yang diampu, apakah telah sesuai dengan spesialisasinya atau tidak, serta
kelima, tingkat kesejahteraan (prosperiousity) sebagaimana terukur dari upah, honor atau penghasilan rutinnya. Tingkat kesejahteraan yang rendah bisa mendorong seorang pendidik untuk melakukan kerja sambilan, dan bilamana kerja sambilan ini sukses, bisa jadi profesi mengajarnya berubah menjadi sambilan.
Guru yang profesional amat berarti bagi pembentukan sekolah unggulan. Guru profesional memiliki pengalaman mengajar, kapasitas intelektual, moral, keimanan, ketaqwaan, disiplin, tanggungjawab, wawasan kependidikan yang luas, kemampuan manajerial, trampil, kreatif, memiliki keterbukaan profesional dalam memahami potensi, karakteristik dan masalah perkembangan peserta didik, mampu mengembangkan rencana studi dan karir peserta didik serta memiliki kemampuan meneliti dan mengembangkan kurikulum. Dewasa ini banyak guru, dengan berbagai alasan dan latar belakangnya menjadi sangat sibuk sehingga tidak jarang yang mengingat terhadap tujuan pendidikan yang menjadi kewajiban dan tugas pokok mereka. Seringkali kesejahteraan yang kurang atau gaji yang rendah menjadi alasan bagi sebagian guru untuk menyepelekan tugas utama yaitu mengajar sekaligus mendidik siswa. Guru hanya sebagai penyampai materi yang berupa fakta-fakta kering yang tidak bermakna karena guru menang belajar lebih dulu semalam daripada siswanya. Terjadi ketidaksiapan dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar ketika guru tidak memahami tujuan umum pendidikan. Bahkan ada yang mempunyai kebiasaan mengajar yang kurang baik yaitu tiga perempat jam pelajaran untuk basa-basi bukan apersepsi dan seperempat jam untuk mengajar. Suatu proporsi yang sangat tidak relevan dengan keadaan dan kebutuhan siswa. Guru menganggap siswa hanya sebagai pendengar setia yang tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya.Banyak kegiatan belajar mengajar yang tidak sesuai dengan tujuan umum pendidikan yang menyangkut kebutuhan siswa dalam belajar, keperluan masyarakat terhadap sekolah dan mata pelajaran yang dipelajari. Guru memasuki kelas tidak mengetahui tujuan yang pasti, yang penting demi menggugurkan kewajiban. Idealisme menjadi luntur ketika yang dihadapi ternyata masih anak-anak dan kalah dalam pengalaman.
Banyak guru enggan meningkatkan kualitas pribadinya dengan kebiasaan membaca untuk memperluas wawasan. Jarang pula yang secara rutin pergi ke perpustakaan untuk melihat perkembangan ilmu pengetahuan. Kebiasaan membeli buku menjadi suatu kebiasaan yang mustahil dilakukan karena guru sudah merasa puas mengajar dengan menggunakan LKS ( Lembar Kegiatan Siswa ) yang berupa soal serta sedikit ringkasan materi.Dapat dilihat daftar pengunjung di perpustakaan sekolah maupun di perpustakaan umum, jarang sekali guru memberi contoh untuk mengunjungi perpustakaan secara rutin. Lebih banyak pengunjung yang berseragam sekolah daripada berseragam PSH.
Kita masih harus "Khusnudhon" bahwa dirumah mereka berlangganan koran harian yang siap disantap setiap pagi. Tetapi ada juga kekhawatiran bahwa yang lebih banyak dibaca adalah berita-berita kriminal yang menempati peringkat pertama pemberitaan di koran maupun televisi. Sedangkan berita-berita mengenai pendidikan, penemuan-penemuan baru tidak menarik untuk dibaca dan tidak menarik perhatian. Kebiasaan membaca saja sulit dilakukan apalagi kebiasaan menulis menjadi lebih mustahil dilakukan. Ini adalah realita dilapangan yang patut disesalkan. Sarana dan prasarana penunjang pelajaran yang kurang memadai, terutama di daerah terpencil. Tetapi hal ini tidak bisa dijadikan alasan bahwa dengan sarana yang minimpun dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin agar mendaptkan hasil yang bagus. Terkadang kita juga harus memakai prisip ekonomi yang ternyata dapat membawa kemajuan. Yang sering dijumpai adalah sudah ada sarana tetapi tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Peta dunia hanya dipajang di depan kelas, globe atau bola dunia dibiarkan berkarat tidak pernah tersentuh, buku-buku pelajaran diperpustakaan dimakan rayap, alat-alat praktek di laboratorium hanya tersimpan rapi di almari tidak pernah dipergunakan. Media pengajaran yang sudah ada jangan dibiarkan rusak atau berkarat gara-gara disimpan. Lebih baik rusak karena digunakan untuk praktek siswa.
Guru dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam pemakaian sarana dan media yang ada demi peningkatan mutu pendidikan. Sekolah juga tidak harus bergantung pada bantuan dari pemerintah mengingat kebutuhan masing-masing sekolah tidaklah sama.Tingkat kesejahteraan guru yang kurang mengakibatkan banyak guru yang malas untuk berprestasi karena disibukkan mencari tambahan kebutuhan hidup yang semakin berat. Anggaran pendidikan minimal 20 % harus dilaksanakan dan diperjuangkan unutk ditambah karena pendidikan menyangkut kelangsungan hidup suatu bangsa. Apabila tingkat kesejahteraan diperhatikan, konsentrasi guru dalam mengajar akan lebih banyak tercurah untuk siswa. Penataran dan pelatihan mutlak diperlukan demi meningkatkan pengetahuan, wawasan dan kompetensi guru. Kegiatan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tetapi hasilnya juga akan seimbang jika dilaksanakan secara baik.
Jika kegiatan penataran, pelatihan dan pembekalan tidak dilakukan, guru tidak akan mampu mengembangkan diri, tidak kreatif dan cenderung apa adanya. Kecenderungan ini ditambah dengan tidak adanya rangsangan dari pemerintah atau pejabat terkait terhadap profesi guru. Rangsangan itu dapat berupa penghargaan terhadap guru-guru yang berprestasi atau guru yang inovatif dalam proses belajar mengajar.Guru harus diberi keleluasaan dalam menetapkan dengan tepat apa yang digagas, dipikirkan, dipertimbangkan, direncanakan dan dilaksanakan dalam pengajaran sehari-hari, karena di tangan gurulah keberhasilan belajar siswa ditentukan, tidak oleh Bupati, Gubernur, Walikota, Pengawas, Kepala Sekolah bahkan Presiden sekalipun. Mutlak dilakukan ketika awal menjadi guru adalah memahami tujuan umum pendidikan, mamahami karakter siswa dengan berbagai perbedaan yang melatar belakanginya.
Sangatlah penting untuk memahami bahwa siswa balajar dalam berbagai cara yang berbeda, beberapa siswa merespon pelajaran dalam bentuk logis, beberapa lagi belajar dengan melalui pemecahan masalah (problem solving), beberapa senang belajar sendiri daripada berkelompok. Cara belajar siswa yang berbeda-beda, memerlukan cara pendekatan pembelajaran yang berbeda. Guru harus mempergunakan berbagai pendekatan agar anak tidak cepat bosan. Kemampuan guru untuk melakukan berbagai pendekatan dalam belajar perlu diasah dan ditingkatkan. Jangan cepat merasa puas setelah mengajar, tetapi lihat hasil yang didapat setelah mengajar. Sudahkah sesuai dengan tujuan umum pendidikan. Perlu juga dipelajari penjabaran dari kurikulum ang dipergunakan agar yang diajarkan ketika di kelas tidak melencenga dari GBBP/kurikulum yang sudah ditentukan. Guru juga perlu membekali diri dengan pengetahuan tentang psikologi pendidikan dalam menghadapai siswa yang berneka ragam. Karena tugas guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik yang akan membentuk jiwa dan kepribadian siswa.
Maju dan mundur sebuah bangsa tergantung pada keberhasilan guru dalam mendidik siswanya. Pemerintah juga harus senantiasa memperhatikan tingkat kesejahteraan guru, karena mutlak diperlukan kondisi yang sejahtera agar dapat bekerja secara baik dan meningkatkan profesionalisme. Makin kuatnya tuntutan akan profesionalisme guru bukan hanya berlangsung di Indonesia, melainkan di negara-negara maju. Seperti Amerika Serikat, isu tentang profesionalisme guru ramai dibicarakan pada pertengahan tyahun 1980-an. Jurnal terkemuka manajemen pendidikan, Educational Leadership edisi Maret 1933 menurunkan laporan mengenai tuntutan guru professional.
Menurut Jurnal tersebut, untuk menjadi professional, seorang guru dituntut memiliki lima hal, yakni:
1) Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswanya.
2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru, hal ini meryupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
3) Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampau tes hasil belajar.
4) Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Untuk bisa belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa.
5) Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya PGRI dan organisasi profesi lainnya (Supriadi, 1999:98).
Dalam konteks yang aplikatif, kemampuan professional guru dapat diwujudkan dalam penguasaan sepuluh kompetensi guru, yang meliputi:
1) Menguasai bahan, meliputi: a) menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum, b) menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang studi.
2) Mengelola program belajar-mengajar, meliputi: a) merumuskan tujuan pembelajaran, b) mengenal dan menggunakan prosedur pembelajaran yang tepat, c) melaksanakan program belajar-mengajar, d) mengenal kemampuan anak didik.
3) Mengelola kelas, meliputi: a) mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran, b) menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi.
4) Penggunaan media atau sumber, meliputi: a) mengenal, memilih dan menggunakan media, b) membuat alat bantu yang sederhana, c) menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar, d) menggunakan micro teaching untuk unit program pengenalan lapangan.
5) Menguasai landasan-landasan pendidikan.
6) Mengelola interaksi-interaksi belajar-mengajar.
7) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran.
8) Mengenal fungsi layanan bimbingan dan konseling di sekolah, meliputi: a) mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan konseling, b) menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling.
9) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.10) Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran (Suryasubrata 1997:4-5).
D. Konsep Mutu Pendidikan
Proses pendidikan yang bermutu ditentukan oleh berbagai unsur dinamis yang akan ada di dalam sekolah itu dan lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Menurut Townsend dan Butterworth (1992:35) dalam bukunya Your Child's Scholl, ada sepuluh faktor penentu terwujudnya proses pendidikan yang bermutu, yakni:
1) keefektifan kepemimpinan kepala sekolah
2) partisipasi dan rasa tanggung jawab guru dan staf,
3) proses belajar-mengajar yang efektif,
4) pengembangan staf yang terpogram,
5) kurikulum yang relevan,
6) memiliki visi dan misi yang jelas,
7) iklim sekolah yang kondusif,
8) penilaian diri terhadap kekuatan dan kelemahan,
9) komunikasi efektif baik internal maupun eksternal, dan
10) keterlibatan orang tua dan masyarakat secara instrinsik.
Dalam konsep yang lebih luas, mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria tertentu (Surya, 2002:12).
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan (Depdiknas, 2001:5). Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain dengan mengintegrasikan input sekolah sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah yang dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, dan moral kerjanya.
Berdasarkan konsep mutu pendidikan maka dpaat dipahami bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan..Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas - batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement).
Selama tahun 2002 dunia pendidikan ditandai dengan berbagai perubahan yang datang bertubi-tubi, serempak, dan dengan frekuensi yang sangat tinggi. Belum tuntas sosialisasi perubahan yang satu, datang perubahan yang lain. Beberapa inovasi yang mendominasi panggung pendidikan selama tahun 2002 antara lain adalah Pendidikan Berbasis Luas (PBL/BBE) dengan life skills-nya, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK/CBC), Manajemen Berbasis Sekolah (MBS/SBM), Ujian Akhir Nasional (UAN) pengganti EBTANAS, pembentukan dewan sekolah dan dewan pendidikan kabupaten/kota. Setiap pembaruan tersebut memiliki kisah dan problematiknya sendiri.
Fenomena yang menarik adalah perubahan itu umumnya memiliki sifat yang sama, yakni menggunakan kata berbasis (based). Bila diamati lebih jauh, perubahan yang "berbasis" itu umumnya dari atas ke bawah: dari pusat ke daerah, dari pengelolaan di tingkat atas menuju sekolah, dari pemerintah ke masyarakat, dari sesuatu yang sifatnya nasional menuju yang lokal. Istilah-istilah lain yang populer dan memiliki nuansa yang sama dengan "berbasis" adalah pemberdayaan (empowerment), akar rumput (grass-root), dari bawah ke atas (bottom up), dan sejenisnya. Apa itu artinya?
Simak saja label-label perubahan yang dewasa ini berseliweran dalam dunia pendidikan nasional (kadang-kadang dipahami secara beragam): manajemen berbasis sekolah (school based management), peningkatan mutu berbasis sekolah (school based quality improvement), kurikulum berbasis kompetensi (competence based curriculum), pengajaran/pelatihan berbasis kompetensi (competence based teaching/training), pendidikan berbasis luas (broad based education), pendidikan berbasis masyarakat (community based education), evaluasi berbasis kelas (classroom based evaluation), evaluasi berbasis siswa (student based evaluation) dikenal juga dengan evaluasi portofolio, manajemen pendidikan berbasis lokal (local based educational management), pembiayaan pendidikan berbasis masyarakat (community based educational financing), belajar berbasis internet (internet based learning), kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan entah apa lagi.
Fullan & Stiegerbauer (1991: 33) dalam "The New Meaning of Educational Change" mencatat bahwa setiap tahun guru berurusan dengan sekitar 200.000 jenis urusan dengan karakteristik yang berbeda dan itu merupakan sumber stres bagi mereka. Mungkin tak aneh bila dilaporkan banyak guru mengalami stres dan jenuh.
Supriadi (2002:17) mengatakan: "orang yang mendalami teori difusi inovasi akan segera tahu bahwa setiap perubahan atau inovasi dalam bidang apa pun, termasuk dalam pendidikan, memerlukan tahap-tahap yang dirancang dengan benar sejak ide dikembangkan hingga dilaksanakan". Sejak awal, berbagai kondisi perlu diperhitungkan, mulai substansi inovasi itu sendiri sampai kondisi-kondisi lokal tempat inovasi itu akan diimplementasikan. Intinya, suatu perubahan yang mendasar, melibatkan banyak pihak, dan dengan skala yang luas akan selalu memerlukan waktu. Suatu inovasi mestinya jelas kriterianya, terukur dan realistik dalam sasarannya, dan dirasakan manfaatnya oleh pihak yang melaksanakannya.
Langkah percepatan dapat saja dilakukan, tetapi dengan risiko kegagalan yang besar akibat inovasi itu kurang dihayati secara penuh oleh pelaksananya. Kami menilai bahwa banyak inovasi pendidikan yang diluncurkan di Indonesia dewasa ini yang melanggar prinsip-prinsip tersebut, di samping secara konseptual "cacat sejak lahir", serba tergesa-gesa, serba instan, targetnya tidak realistik, didasari asumsi yang linier seakan-akan suatu inovasi akan bergulir mulus begitu diluncurkan, dan secara implisit dimuati obsesi demi menanamkan "aset politik" di masa depan.
III. KESIMPULAN
Kebijakan pendidikan harus ditopang oleh pelaku pendidikan yang berada di front terdepan yakni guru melalui interaksinya dalam pendidikan. Upaya meningkatkan mutu pendidikan perlu dilakukan secara bertahap dengan mengacu pada rencana strategis. Keterlibatan seluruh komponen pendidikan (guru, Kepala Sekolah, masyarakat, Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, dan isntitusi) dalam perencanaan dan realisasi program pendidikan yang diluncurkan sangat dibutuhkan dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan.Implementasi kemampuan professional guru mutlak diperlukan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, khsususnya bidang pendidikan. Kemampuan professional guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar-mengajar pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada tataran makro.Salah satu upaya peningkatan profesional guru adalah melalui supervisi pengajaran. Pelaksanaan supervisi pengajaran perlu dilakukan secara sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah bertujuan memberikan pembinaan kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya, baik kepala sekolah dan pengawas menggunakan lembar pengamatan yang berisi aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kinerja guru dan kinerja sekolah. Untuk mensupervisi guru digunakan lembar observasi yang berupa alat penilaian kemampuan guru (APKG), sedangkan untuk mensupervisi kinerja sekolah dilakukan dengan mencermati bidang akademik, kesiswaan, personalia, keuangan, sarana dan prasarana, serta hubungan masyarakat.Implementasi kemampuan professional guru mensyaratkan guru agar mampu meningkatkan peran yang dimiliki, baik sebagai informatory(pemberi informasi), organisator, motivator, director, inisiator (pemrakarsa inisiatif), transmitter (penerus), fasilitator, mediator, dan evaluator sehingga diharapkan mampu mengembangkan kompetensinya. Mewujudkan kondisi ideal di mana kemampuan professional guru dapat diimplementasikan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, bukan merupakan hal yang mudah. Hal tersebut lantaran aktualisasi kemampuan guru tergantung pada berbagai komponen system pendidikan yang saling berkolaborasi. Oleh karena itu, keterkaitan berbagai komponen pendidikan sangat menentukan implementasi kemampuan guru agar mampu mengelola pembelajaran yang efektif, selaras dengan paradigma pembelajaran yang direkomendasiklan Unesco, "belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be)".
Sumber :
http://s1pgsd.blogspot.com/2009/02/supervisi-pendidikan-1.html
http://www.psb-psma.org